Hubungan antara kualitas tidur dan aktivitas fisik telah lama menjadi topik penelitian, dan temuan terbaru semakin menguatkan korelasinya: Olahraga Teratur adalah salah satu intervensi non-farmakologis paling efektif untuk mengatasi masalah tidur, mulai dari insomnia hingga kurangnya waktu tidur restoratif. Seringkali, orang fokus pada diet atau obat-obatan untuk memperbaiki pola tidur, padahal solusi terbaik ada pada gerakan tubuh. Olahraga Teratur tidak hanya membakar kalori; ia secara fundamental mengatur ulang jam biologis tubuh (ritme sirkadian), menurunkan tingkat hormon stres, dan menciptakan kebutuhan fisiologis bagi tubuh untuk beristirahat. Fenomena ini menjelaskan mengapa individu yang aktif secara fisik cenderung tidur lebih cepat, lebih nyenyak, dan jarang terbangun di tengah malam.
Dampak paling signifikan dari Olahraga Teratur pada tidur adalah kemampuannya untuk mengatur suhu tubuh inti. Selama latihan intensitas sedang hingga tinggi, suhu tubuh akan meningkat. Setelah latihan selesai, suhu ini akan menurun secara alami. Penurunan suhu tubuh inti adalah salah satu sinyal fisiologis utama yang memicu otak untuk melepaskan melatonin dan memulai proses tidur. Proses pendinginan alami ini, yang biasanya terjadi sekitar 5-6 jam setelah berolahraga, secara efektif memandu tubuh menuju fase tidur nyenyak. Sebuah studi yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Tidur dan Kinerja Nasional pada Agustus 2024 menemukan bahwa peserta yang berlari 30 menit pada pukul 16.00 WIB menunjukkan peningkatan 21% dalam total waktu tidur nyenyak (Deep Sleep) mereka dibandingkan dengan hari-hari tanpa latihan.
Selain mengatur suhu, Olahraga Teratur berperan sebagai peredam stres dan kecemasan alami. Latihan fisik, terutama jenis aerobik, terbukti mengurangi kadar kortisol (hormon stres) dan meningkatkan produksi endorfin dan serotonin, yang berperan sebagai penenang suasana hati. Kecemasan dan pikiran yang berpacu (racing thoughts) adalah penyebab utama insomnia. Dengan melepaskan ketegangan fisik dan mental melalui olahraga, kualitas tidur secara otomatis membaik. Dampak ini sangat terlihat pada mereka yang memiliki pekerjaan bertekanan tinggi. Sebagai contoh, seorang manajer perusahaan, Bapak Widodo, yang mengalami insomnia kronis, dilaporkan oleh dokter pribadinya, dr. Citra, mengalami perbaikan signifikan setelah memasukkan sesi strength training selama 45 menit pada hari Senin dan Kamis sebagai bagian dari terapi non-obatnya.
Namun, perlu dicatat bahwa waktu pelaksanaan olahraga sangat penting. Berolahraga dengan intensitas tinggi terlalu dekat dengan waktu tidur (misalnya, setelah pukul 20.00 WIB) dapat berdampak sebaliknya. Peningkatan detak jantung, suhu tubuh, dan pelepasan endorfin yang berlebihan justru dapat membuat otak terlalu aktif dan kesulitan untuk rileks. Oleh karena itu, bagi kebanyakan orang, akhir sore (antara pukul 16.00 hingga 18.00 WIB) dianggap sebagai waktu yang optimal untuk melakukan Olahraga Teratur guna memaksimalkan efeknya pada kualitas tidur malam.